Makan di Antara Bunga dan Bau Dupa

Sebuah Catatan (2)

by A. Alexander Mering

Kami makan dikelilingi bunga. Dari puring yang biasa tumbuh di kuburan hingga anggrek bulan di kiri kanan, persis di hutan. Ada juga pernak pernik dari kerang hingga kaca. Jika angin bertiup akan tercium wanggi anggrek bercampur aroma dupa dan suara gemerincing yang mengingatkan kita pada sebuah dunia entah kapan dan di mana.
Setiap kami dan para tamu lain yang menginap di guess house itu makan nasi, pasti di dalam piring ada hiasan bunga anggrek.
Malam pertama aku datang di Bangkok, hidangan seperti seperti terasa agak aneh. Aku memesan sepiring makanan. Entah apa namanya, aku lupa karena ditulis dalam bahasa Thai.Di bagian kepala piring di beri bunga anggrek, kemudian berurutan dua iris nanas, bagian tengah baru nasi, lantas berikutnya kacang kapri dicampur mente, jagung muda, wortel dan daging ayam.
Mataku berkunang-kunang menatapnya. Ini makanan apa sebuah taman mini? Tapi aku sudah kebuluran, persetan rasa dan jenis hidangan. Karenanya dalam hitungan menit saja, semua isi piring ludes kuganyang tanpa menoleh kiri kanan.
Tapi giliran akan membayar bil di kasir, alamak mahalnya, 200 Bath!
"Makanannya mungkin tak seberapa, yang membuat mahalnya mungkin bunga anggrek itu. Kalau begitu mendingan makan anggreknya saja," pikirku ngaur sambil ngeloyor pergi.

Foto: Suvarnabhumi Airport Thailand, kupotret dari jendela pesawat Air Asia ketika akan mendarat.

0 Comments

An encouraging quote from me:

"Something I know that you don't know, something you know that I don't know, that's why life is so important and beautiful to be written."