by Wisnu Pamungkas
Sekali saja untuk pahlawan, untuk yang ingin dikatakan.
suatu improvisasi yang menjebak akal untuk mengerti.
sesekali saja ia menginginkan segala sesuatunya berubah
atau terlahir kembali. Menjadi beratus-ratus surat,
beratus-ratus amplop dan perangko. Sesekali juga ia
ingin menangis, untuk benih yang berkecambah dalam
dada setiap orang, barangkali semacam damai yang kita
dambakan setiap kali ia datang dan harapan-harapan
itu masih ia kenang. Dalam sehari saja entah berapa
banyak orang ingin sekali pulang untuk sekadar mengucap
selamat tinggal pada perih yang pelan-pelan meremasnya
Lundang, 16 Desember 1997
0 Comments